-->

Waspada !!! Cuaca Ekstrem Ancam 17 wilayah di Indonesia. Seberapa Bahayakah ?


LENTERA-INFORMASI - Cuaca Ekstrem mengancam 17 wilayah di Tanah Air. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG, situasi selanjutnya terjadi sejak 28 April dan diperkirakan sampai 2 Mei 2019 mendatang.

Banner Infografis Cuaca Ekstrem Ancam 17 Wilayah Indonesia

Cuaca ekstrem ini dipicu aktivitas gelombang atmosfer Madden Julian Oscillation (MJO) pada fase basah yang cukup signifikan. Hujan lebat yang berdampak pada banjir dan tanah longsor bukan tak mungkin terjadi.
Bukan cuma banjir dan longsor. Cuaca ekstrem akibat aktivitas gelombang atmosfer termasuk mampu mengakibatkan gelombang tinggi di sebagian perairan di Indonesia.

Wilayah mana saja yang patut diwaspadai terdampak cuaca ekstrem? Simak didalam Infografis selanjutnya ini :



Tak ada yang mampu menebak pola cuaca belakangan ini. Kendati tak ada curah hujan yang ekstrem selama 2019, banyak yang sangat percaya jikalau sesungguhnya musim hujan telah lewat. Apalagi, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebagian waktu lantas telah merilis bahwa sebagian wilayah Indonesia bakal memasuki musim kemarau pada awal April 2019.

Namun, sebetulnya tidak begitu. Tak ada tanda-tanda musim kemarau. Di Jakarta misalnya, selama pekan lantas hujan turun hampir tiap tiap hari dengan pola yang hampir sama. Matahari membuktikan diri di pagi hari, siang sampai malam giliran hujan yang mengguyur.
"Jadi, kurang lebih sampai seminggu ke depan, kita sesungguhnya wajib waspada dengan pola di mana pagi mampu cukup terik, namun mampu mengakibatkan perubahan cuaca di sore hari. Ancaman lain adalah genangan dan termasuk banjir bandang," sadar Kepala Bidang Humas BMKG Taufan Maulana.

Terbukti, di Bengkulu banjir yang melanda sembilan kabupaten/kota sejak Jumat 26 April 2019 malam telah menelan korban jiwa. Hingga senin pagi, tercatat 29 orang meninggal dunia. Sementara 13 orang dilaporkan hilang, 2 orang mengalami luka berat, dan 2 orang lainnya luka ringan.

Sementara itu, sedikitnya lima kereta api termasuk terganggu perjalanannya akibat banjir di kira-kira Stasiun Pasuruan, Jawa Timur, Senin pagi. Satu di antaranya terpaksa dibatalkan sehabis hujan deras mengguyur kawasan itu, Senin dini hari.

Pasuruan dilanda banjir akibat curah hujan berintensitas tinggi didalam waktu cukup lama sejak Minggu malam. Ditambah kembali dengan naiknya volume air di Sungai Petung, Gembong dan Welang. Tercatat kira-kira 14 sampai 15 ribu kepala keluarga menjadi korban terdampak banjir setinggi 2,5 meter itu.

"Potensi hujan lebat sampai awal Mei di sejumlah tempat sesungguhnya wajib diwaspadai," kata Taufan menanggapi momen itu.


Cuaca ekstrem yang terjadi sesungguhnya seirama dengan prediksi BMKG, bahwa potensi hujan lebat untuk periode 29 April-2 Mei 2019 mampu terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat dan Papua.

"Wilayah yang berpotensi hujan lebat Senin (29/4/2019) di antaranya Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Papua," papar BMKG.
Sedangkan untuk Selasa (30/4/2019), BMKG memprediksi hujan lebat berpeluang terjadi di Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, dan Papua.

Untuk wilayah Indonesia lain yang termasuk berpeluang terjadi hujan dengan intensitas lebat disertai angin kencang dan kilat/petir selama Senin di antaranya Aceh, Jawa Barat, Jabodetabek, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Maluku Utara dan Maluku.



Sementara untuk Selasa ini, wilayah yang berpotensi hujan lebat disertai kilat dan juga petir dan angin kencang meluas ke sebagian wilayah seperti Aceh, Jawa Barat, Jabodetabek, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan Maluku.


"Dilihat berasal dari faktor iklim, waktu ini jikalau wilayah Jabodetabek tetap didalam periode akhir musim hujan. Dan berasal dari faktor dinamika atmosfer waktu ini di atas wilayah Indonesia sedang ada gelombang atmosfer MJO, gelombang atmosfer berasal dari Samudera Hindia yang mempunyai banyak uap air, supaya pertumbuhan awan hujan di Indonesia semakin intens," sadar Taufan.

Salah satu perihal paling menarik berasal dari MJO yaitu pergerakannya waktu memutari Bumi berasal dari arah barat ke timur. Pergerakan paling dominan bakal keluar di kira-kira Samudera Hindia dan Pasifik barat.

Fenomena ini pada biasanya terbagi menjadi dua fase; fase pertama konvektif yang ditekan ada peningkatan curah hujan di setengah bagian Bumi. Sementara fase kedua, konvektif yang dilengkapi kerap dikelompokkan ke step berdasarkan geografis. Kedua fase ini membuahkan perubahan awan dan curah hujan.

Pada fase konvektif yang disempurnakan, angin di permukaan bakal mendesak udara sampai isi ruang-ruang di atmosfer. Di bagian ini, angin bakal bergerak mundur sesudah itu meningkatkan kondensasi dan curah hujan.

Sedangkan fase konvektif yang ditekan, angin bakal berkumpul di bagian atas atmosfer supaya memaksa udara untuk tenggelam dan menyimpang di permukaan.

Perubahan curah hujan dan angin pada femonea MJO mampu memodulasi waktu dan merubah kekuatan siklon hampir di semua cekungan samudera. Akibatnya, angin dingin bakal berhembus dan berujung pada perubahan cuaca panas ekstrem.

Sifat hujan selama musim kemarau 2019 di sebagian besar tempat yaitu 214 ZOM (62.5%) diprakirakan normal dan 82 ZOM (24.0%) bawah normal. Sedangkan atas normal yaitu sebanyak 82 ZOM (13.5%).

Puncak musim kemarau 2019 di 342 Zona Musim (ZOM) diprakirakan biasanya terjadi pada bulan Agustus 2019 sebanyak 233 ZOM (68.1%). Sedangkan sebagian tempat lainnya puncak musim hujan terjadi pada Februari 2019 sebanyak 2 ZOM (0.6%), Juni 2019 sebanyak 4 ZOM (1.2%), Juli 2019 sebanyak 44 ZOM (12.9%), September 2019 sebanyak 50 ZOM (14.9%), Oktober 2019 sebanyak 6 ZOM (1.8%), November 2019 sebanyak 1 ZOM (0.3%), dan Desember 2019 sebanyak 1 ZOM (0.3%).

Itu artinya, sebagian besar wilayah Indonesia ternyata belum memasuki puncak musim hujan sama sekali, meski waktu ini seharusnya kita telah merasa memasuki musim kemarau. Sebab, berdasarkan knowledge yang dilansir BMKG, awal musim kemarau sejatinya telah merasa memasuki wilayah Indonesia sejak awal April 2019.


Untuk itu, BMKG meminta penduduk selamanya ikuti informasi perihal pertumbuhan cuaca mutakhir, tidak cuman selamanya waspada dengan fenomena cuaca yang terjadi di kawasan tempat tinggal masing-masing.

"Tetaplah berhati-hati, dengan ikuti update informasi berasal dari semua saluran komunikasi resmi yang dimiliki oleh BMKG, atau berasal dari fasilitas sosial, web site dan yang lainnya," pungkas Kepala Bidang Humas BMKG Taufan Maulana.

LihatTutupKomentar